Kamis, 21 Maret 2013

Abu Hani Muhammad bin Hakami (Abu nawas)

kisah nyata seorang sufi dan suka humor mendapatkan malam lailatul qodar Abu Hani Muhammad bin Hakami -atau yang lebih dikenal dengan Abu Nawas- lahir di Persia tahun 735. Seorang sastrawan terbesar pada zaman kekuasaan Sultan Harun Al Rasyid al Abassi yang menjadi khalifah Dinasti Abasiyah tahun 786-890. Abu nawas banyak menggubah sajak-sajak bercorak leluhur dan senda gurau (mujuniyat), ahli merangkai syair tentang cinta dan kecantikan wanita, pujian terhadap seseorang, bahkan SINDIRAN HALUS NAMUN TAJAM. arena kelakuannya yang tak bermoral, bahkan kemungkinan Atheis, Abu Nawas tidak disukai kalangan agamawan dan mereka yang menjunjung tinggi adab kesopanan. ada suatu malam -konon di malam Lailatul Qodar- ia didatangi seseorang tak dikenal yang berkata: Ya Abu Hani, idza lam takun milhan tuslih, fa la takun zubabatan tafsid Hai Abu Hani, jika engkau tak mampu menjadi garam yang melezatkan hidangan, jangan lah engkau menjadi lalat yang menjijikan merusak hidangan itu Peristiwa di malam Lailatul Qodar itu membawa perubahan besar kepada Abu Nawas. Ia menyadari kesalahan-kesalahannya. Menyadari bahwa selamanya hanya menjadi lalat menjijikan yang membuat sebal orang lain. Bertobatlah ia. Syair-syairnya diganti dengan dzikir, malam-malam memabukan diganti dengan i’tikaf di masjid. Yang keluar dari bibirnya ialah ayat-ayat Al Qur’an, yang terpikir dikepalanya ialah ke Maha Agungan Tuhan yang mampu merubah tabiat buruk manusia dalam sekejap Malam dihabiskan dnegan menghinakan diri dihadapan Tuhan yang Maha Mulia siang dihabiskan dengan mencari karunia petunjukNya ke gurun dan samudera RahmatNya Sebaik-baiknya ibadah umatku ialah membaca Al Qur’an. Maka Al Qur’an yang tersurat, tersirat, dan tersuruk dibaca dan digubahnya dalam puisi puji-pujian. Salah satu karya puisi terakhirnya yang terkenal hingga kini, dijadikan senandung di pesantren-pesantren dan nasyid di kalangan remaja: Illaahi lastulil firdfausi a’laa wa laa aqwaa ‘alan naaril jahiimi fahablii taubatan waghfir dzunuubi fainnaka ghoofiru dzanbil adziiimi Ya Alloh tak pantas (surga) firdaus untukku tapi aku tak kuat memasuki nerakamu maka atas segala dosaku, aku bertobat karena ampunanmu lebih luas. Demikianlah, seorang pemabuk yang hampir terjatuh ke jurang kehancuran. diselamatkan di malam Lailatul Qodar menjadi penyair dengan karya yang dikenang sepanjang Zaman. Lalu, bagaimana dengan kita menjelang malam Lailatul Qodar ini?